KUTAI BARAT,batasborneo.com Untuk kesekian kalinya,Sidang penganiayaan terhadap korban Hendrikus Pratama berlangsung Alot,
Betapa tidak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 10 tahun penjara terhadap 5 terdakwa penganiayaan Hendrikus Pratama.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kutai Barat, Selasa (13/12/2022).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu Royji Saputra, Terdakwa dua Julian Rasidi, Terdakwa tiga Rahmat, Terdakwa empat Beno Suandi dan Terdakwa lima, Ratrijunius Feozinki Kayah, dengan pidana penjara masing-masing selama 10 tahun penjara, dikurangi dengan masa tahanan yang pernah dijalani para terdakwa,” ucap Muhammad Fahmi Abdillah, selaku JPU saat membacakan surat tuntutan.
Fahmi menyebut, lima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan mati,
sebagimana diatur dan diancam dalam Pasal 170 Ayat 2 ke tiga KUHP, sesuai dakwaan ke satu Penuntut Umum.
Selain itu JPU dalam pertimbangannya menyebut, perbuatan para terdakwa dilakukan dengan sengaja.
Lalu dalam persidangan JPU tidak menemukan alasan penghapusan tindak pidana, baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus tanggung jawab pidana pada diri para terdakwa.
“Sehingga perbuatan para terdakwa dapat dipertanggungjawabkan memenuhi hukum dan sudah sepatutnya dijatuhi pidana yang setimpal atas perbuatannya,” jelas Fahmi.
Meski begitu JPU juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan sebelum menuntut.
Hal yang meringankan antara lain para terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya.
“Para terdakwa meminta maaf di persidangan,” katanya.
Sementara hal-hal yang memberatkan diantaranya, para terdakwa semuanya sudah pernah dihukum dalam perkara lain.
Kedua perbuatan para terdakwa dilakukan di rutan Polres Kutai Barat.
“Dimana hal tersebut dapat menjadi kebiasaan buruk dari pada tahanan yang lain,” tegas Penuntut Umum.
Berikut akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan Hendrikus Pratama meninggal dunia, dan Aprianus Paskalis Gelung mengalami luka dan trauma.
“Keluarga besar Hendrikus Pratama tidak memaafkan perbuatan para terdakwa,” tukas Fahmi. Lalu keadaan yang memberatkan lainnya adalah akibat perbuatan para terdakwa menimbulkan gejolak yang besar di kabupaten Kutai Barat.
“Perbuatan para terdakwa, mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Polres Kubar,” terang Fahmi Abdillah.
Sementara itu ke lima terdakwa sempat ditawarkan majelis hakim untuk menyampaikan pembelaan.
Namun mereka memilih menyampaikan secara lisan, karena tidak ada penasihat hukum.
“Terhadap tuntutan ini saudara punya hak untuk mengajukan pembelaan atau pledoi. Mau disampaikan secara tertulis atau lisan,” tanya Ambrosius Situmorang, Hakim ketua terhadap lima terdakwa.
“Secara lisan saja yang mulia,” jawab Royji Saputra salah satu terdakwa.
Majelis hakim lalu mempersilakan ke lima terdakwa menyampaikan pembelaan.
Royji Saputra yang berbicara pertama mengaku menyesal atas perbuatannya.
Dia juga meminta keringanan hukuman, karena memiliki istri dan dua anak yang ia tinggalkan.
“Saya punya anak yang paling kecil baru 4 bulan. Orang tua juga sakit-sakitan,” kata Royji Saputra yang semula ditahan dalam kasus narkoba.
Permintaan yang sama juga disampaikan Julian Rasidi, Rahmat, Beno Suandi dan Ratrijunius Feozinki Kayah.
Mereka meminta maaf sekaligus minta keringanan kepada majelis hakim.
“Jadi semuanya sama minta keringanan ya. Tapi kan keluarga korban kehilangan keluarga,” ujar Hakim ketua kepada para terdakwa.
Majelis hakim kembali menanyakan penuntut umum atas pembelaan terdakwa.
Namun JPU tetap pada tuntutannya.
“Kami penuntut umum menyatakan tetap berpegang teguh pada surat dakwaan kami yang mulia,” ungkap M.Fahmi Abdillah.
Majelis hakim lantas mengaku akan mempertimbangkan semua fakta persidangan maupun pembelaan terdakwa.
Sidang ditutup dan dilanjutkan pada 5 Januari 2023, dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.
Diketahui Hendrikus Pratama dianiaya 5 terdakwa di rutan Polres Kubar pada 10 April 2022.
Saat itu Hendrikus dan Paskalis Gelung baru saja ditangkap polisi karena diduga terlibat kasus jual beli BBM Subsidi secara ilegal.
Namun baru sehari masuk tahanan, korban dikeroyok tahanan lain dengan dalih olahraga tahanan.
Akibatnya Hendrikus mengalami sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Namun nyawanya tak tertolong dan meninggal dunia pada 24 April 2022, di RSUD HIS Kutai Barat.(daniel)
Editor:venan